Purwokerto, Unsoed – Darurat sampah plastik di negeri ini sudah sangat memprihatikan dan mengerikan. Dibutuhkan pengelolaan dan penanganan bersama dari hulu ke hilir. perlu adanya partisipasi aktif dari seluruh masyarakat.
Itu mencuat pada talkshow bertajuk ‘Sampah Plastik di Wilayah Pesisir dan Laut: Problematika, Regulasi dan Implementasi’, yang digelar Menyambut World Ocean Day atau Hari Laut Sedunia yang diperingati setiap tanggal 8 Juni, oleh Pusat Studi Biosains Maritim (PSBM) LPPM Unsoed.
Talk show virtual itu digelar 4 Juni 2020, dengan narasumber Dr Agung Dhamar Syakti, DEA (Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji / UMRAH) yang juga pakar pencemaran laut dan bioremediasi), Hanggar Prasetio (Ridge to Reef and GIS Coordinator- Conservation International Indonesia) dan Mugiarti Afandi, MM (Anggota Komisi II DPRD Banyumas).
Acara yang dibuka oleh Ketua LPPM Prof Dr Rifda Naufalin,SP, M.Si dan dimoderatori Nuning Vita Hidayati (Ph.D candidate- Aix-Marseille Université- Prancis) ini, diikuti 1.422 peserta dari 386 lembaga seperti kementerian, perguruan tinggi, swasta, dan umum yang berasal dari 229 kabupaten/kota di Indonesia. Acara ini digelar, sebagai bentuk kepedulian PSBM terhadap permasalahan sampah di wilayah pesisir dan laut Indonesia.
Ketua Puslit PSBM, Dr Maria Dyah Nur Meinita MSc menyatakan, sampah di laut adalah masalah bersama sehingga dibutuhkan kepedulian bersama untuk menangani. “Semoga acara ini bisa menjadi acuan untuk merumuskan solusi pengelolaan dan penanganan sampah dan menggugah kesadaran seluruh elemen masyarakat,” kata Dr. Maria.
Dari paparan para narasumber terungkap, sampah plastik telah menjadi problematika tersendiri di laut. Menurut Hanggar Prasetyo, berdasarkan data SDGs Indonesia 2019, Indonesia menghasilkan sekitar 190.000 ton sampah/hari. “Dari jumlah itu 25.000 ton adalah sampah plastik yang mengancam kehidupan biota laut,” kata Hanggar.
Sementara Dr. Syakti mengatakan, masalah sampah plastik bukan hanya datang dari plastiknya itu sendiri, tapi juga datang dari co-pollutants atau polutan-polutan yang ter-adsorb pada plastik, diantaranya adalah polyaromatic hydrocarbons (PAHs) dan polychlorinated biphenyls (PCBs) yang bersifat toksik dan persistent di lingkungan.
Dr Syakti memaparkan hasil penelitiannya yang dilakukan bersama kolega di perairan Indonesia (Cilacap) dan telah dipublikasikan pada jurnal Regional Studies in Marine Science menunjukkan konsentrasi PAHs yang terserap pada plastik debris mencapai 2000 µg/kg, sedangkan PCBs mencapai 14.000 µg/kg.
Itu suatu konsentrasi yang cukup mengkhawatirkan. Maka penanganan sampah-termasuk sampah plastik-menjadi hal yang urgent untuk dilakukan. Sebagai bentuk komitmen serius pemerintah untuk menangani permasalahan sampah di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan rencana aksi yang ditetapkan dalam Perpres 83/2018, yang diantaranya berisi strategi-strategi yang harus diambil dalam menangani masalah sampah laut, yang ditargetkan berkurang hingga 70 persen pada 2025.
“Bicara penanganan sampah plastik, ini layaknya sebuah conundrum, tidak tahu harus mulai dari mana, karena membutuhkan edukasi, regulasi dan
pengawasan. Kita tidak bisa mulai dari satu titik, harus dari hulu ke hilir, dan untuk itu perlu adanya partisipasi aktif dari seluruh stakeholder masyarakat,” ujar Dr. Syakti.
Penanganan sampah saat ini juga menjadi perhatian bagi pemerintah daerah, seperti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas.
Menurut Anggota DPRD Banyumas, Mugiarti Afandi, MM, pengelolaan sampah di Banyumas diatur dalam Perda No 6 Tahun 2012 dan akan segera diperbarui melalui Perda Tahun 2020.
“Pengelolaan sampah di Banyumas dilakukan melalui bank sampah, pembuatan ecobrick dan daur ulang sampah oleh masyarakat langsung,” ujar Mugiarti. Kegiatan ini secara lengkap bisa diakses di channel youtube PSBM UNSOED atau klik disini. (NVH/HDY)
- Log in to post comments